Minggu, 05 Mei 2013

0 Akhlak Terpuji

Akhlak yang terpuji  merupakan tujuan yang sangat mendasar . Al Quranul Karim penuh dengan ayat yang mengajak kepada akhlak yang terpuji dan menjelaskan bahwa tujuan utama Allah mengangkat manusia sebagai khalifah hanyalah untuk memakmurkan dunia dengan kebaikan dan kebenaran. Firman Allah SWT: “ Yaitu orang - orang yang kami teguhkan kedududkan merka di muka bumi, niscaya mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan mungkar dan kepada Allah lah kembalinya segala urusan.” (QS. Al. Hajj :41)
Akhlak terpuji dalam islam juga merupakan nilai ibadah dan menjadi amal yang sangat berat timbangannya di hari kiamat. Adapun akhlak yang terdapat dalam alquran dan al sunnah antara lain:

Akhlak Adil
            Adil merupakan perintah Allah  yang  tertuang dalam QS. An Nahl :90 yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat”.
Allah SWT juga menyebutkan bahwa Dia mencintai orang - orang yang adil. “ Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil”. (QS. ALl Mumtahanah :8).
Adil adalah memberikan stiap hak kepada pemiliknya tanpa memihak, membeda - bedakan  diantara mereka  atau bercampur tangan yang diiringi dengan hawa nafsu. Kebalikan dari adil adalah curang atau zalim.
Adil itu banyak bentuknya antara lain:
Adil kepada Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun dalam ibadah dan sifat - sifat-Nya, Menaati dan tidak maksiat kepada-Nya, mengingat dan tidak melupakan-Nya dan bersyukur serta tidak ingkar kepada-Nya
Adil dalam menghukum setiap orang, yakni memberikan setiap hak kepada pemiliknya
Adil dalam berkata, yakni tidak bersaksi palsu dan tidak berkata dusta atau kotor.
Adil kepada para istri dan anak - anak, tidak condong kepada salah seorang dari mereka atau kepada sebagian anak.
Adil dalam itikad, tidak meyakini selain yang benar dan tidak menyanjung sesuatu di luar fakta yang sebenarnya.
Akhlak Ihsan
Ihsan (berbuat baik) adalah ikhlas dalam beramal shaleh  yang  sebaik - baiknya tanpa diiringi dengan riya’ atau sum’ah (sum’ah : Ingin kedengaran orang lain dalam hal beramal).
Seorang muslim tidak memandang ihsan sebagai akhlak terpuji saja tetapi juga bagian dari aqidahnya. ikhsan dalam pergaulan adalah bergaul yang baik dengan semua orang. 

Akhlak kasih sayang
Kasih sayang merupakan  akhlak terpuji yang melembutkan akhlak tercela seseorang, berusaha menghilangkannya dan menyesali kesalahan - kesalahannya. Kasih sayang merupakan sifat Allah SWT dan salah satu Asma Ul Husna  Allah SWT yaitu yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Adapun tempat tumbuhnya Kasih sayang adalah dari kesucian diri dan ruh. ketika ia beramal saleh, menjauhi keburukan dan tidak berbuat kerusakan merupakan proses penyucian diri dan ruhnya. Barang siapa yang membiasakan hal tersebut maka kasih sayang tak akan lepas dari hatinya.


Akhlak Malu
Kata malu dalam Bahasa Arab adalah al haya  yang berarti hidup. Hati yang hidup tentu orangnya pemalu karena ia mencegah setiap keburukan  yang meusak hati itu sendiri.
Aisyah ra. berkata, “Akhlak yang mulia itu sepuluh: berkata jujur, lisan yang jujur, menunaikan amanah, silaturrahmi, memberi upah buruh, memberi kebajikan, tidak menjelekkan tetangga, tidak menjelekkan teman, menghormati tamu. Dan pangkal dari semua ini adalah malu”.
Malu merupakan akhlak yang paling menonjol dan paling berperan dalam menjaga diri dari segala keburukan. Para ulama mengatakan, “ Sebenarnya malu itu akhlak yang mengekang perbuatan buruk dan menjauhkan diri dari merampas hak orang lain”.


Akhlak Menjaga Kehormatan
Rasulullah SAW  bersabda “Barangsiapa yang menjaga kehormatan, ia akan dijaga kehormatannya oleh Allah, barangsiapa yang merasa cukup, ia akan dicukupkan oleh Allah dan barangsiapa yang sabar, ia akan diberi kesabaran oleh Allah”.
Orang yang tidak dapat menjaga kehormatannya, memperturutkan hawa nafsu dan hidup untuk bersenang - senang saja, umumnya hanya hidup untuk dunia saja.
Sebagaimana menjaga kehormatan itu dalam hal menahan hawa nafsu, maka menjaga kehormatan juga dalam hal materi. Dari itu Allah SWT memerintahkan kita agar infaq jangan terdorong oleh hawa nafsu dan riya’ tetapi ikhlas demi mencari keridhaan-Nya terutama ketika memberi orang yang meminta - minta.


Akhlak Jujur
Jujur yaitu mengatakan sesuatu apa adanya.  Jujur merupakan akhlak terpuji  yang paling penting serta memerlukan kesungguhan untuk teguh kepadanya. Allah SWT telah menciptakan langit dan bumi dengan jujur dan menyuruh manusia membangun hidup mereka di atas kejujuran. Karena itu, manusia jangan berkata atau berbuat kecuali yang jujur.
Jatuhnya manusia adalah hilangnya sifat jujur dan larut dalam dusta serta prasangka yang menjauhkan mereka dari dari jalan lurus. Karena itu, berpegang teguh kepada kejujuran dalam setiap perkataan dan perbuatan merupakan jantung akhlak seorang muslim dan symbol keteguhan budi pekerti secara lahir batin.
Tanpa kejujuran, mustahil ilmu tertinggi dapat dicapai  terutama jujur pada diri sendiri. Jujurlah kalau kita tidak tahu atau belum tahu. Ternyata tipe kejujuran setiap orang bervariasi:
Ada orang yang tidak tahu bahwa ia tahu. Biasanya orang ini tidak mau tau kalu diberi tahu, sok tahu, seolah - olah ia lebih tahu padahal ia tidak tahu.
Ada orang yang tahu bahwa ia tidak tahu sehingga tipe orang seperti ini akan lebih mudah diberi tahu.
Ada orang yang tahu bahwa ia tahu. Dia adalah orang cerdas yang punya potensi yang dimilikinya dan dapat membagi pengetahuannya kepada orang lain yang belum tahu.
Adapun hikmah berbuat jujur adalah :
Menentramkan hati
Meraih kedudukan orang syahid. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang meminta syahid kepada Allah dengan jujur maka Allah akan menaikkannya ke tempat para syuhada’ meskipun mati di tempat tidurnya”.
Mendapat keselamatan.


Akhlak Amanah
Amanah menurut syari’ah adalah menyimpan rahasia, menyampaikan hasil musyawarah  kepada anggota secara murni dan menyampaikan secara jujur apa - apa yang dititipkan oleh orang lain. Adapun hikmah bersikap amanah adalah :
Orang yang amanah itu dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya
Allah menyediakan pahala yang besar bagi yang manah yaitu surga firdaus.
Membawa kepercayaan, ketentraman di tengah - tengah masyarakat, dan memperkokoh tali persaudaraan dan tolong menolong di antara mereka.

Akhlak Sabar
Sabar atau tahan dengan berbagai cobaan Allah serta hanya mencari ridha-Nya atau sabar adalah kondisi dalam diri atas sesuatu yang tak diinginkan dengan rela dan berserah. Sabar merupakan akhlak terpuji yang diperlukan seorang muslim dalam menjalankan agama dan dunianya. Karena itu ia mesti tahan dengan berbagai penderitaan tanpa harus merintih.
Macam - macam orang sabar :
Kelompok taqwa dan Sabar; mereka adalah orang yang diberi nikmat oleh Allah SWT yakni yang berbahagia di dunia dan akhirat.
Kelompok takwa tidak sabar; mereka ini adalah orang yang melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan, tetapi jika mendapatkan cobaan seperti sakit, mereka mengeluh.
Kelompok sabar tidak takwa; mereka orang - orang jahat yang sabar atas kejahatan mereka, mialnya para pencuri yang terus menerus mengambil harta haram.
Kelompok yang paling buruk, yaitu tidak bertakwa meski kuat melakukannya dan tidak bersabar jika mendapat ujian. Mereka itu termasuk kelompok yang disebutkan Allah SWT dalam firmannya :
            “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”. (QS. Al Maarij:19-21).

Akhlak Tawadhu
Tawadhu atau rendah hati atau perasaan lembut yang dapat memperkokoh persaudaraan sesame manusia. Kebalikan dari Twadhu adalah sombong. Allah SWT berfirman :
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya kamu sekali - kali tidak dapat menembus bumi dan sekali - kali kamu tak dapat setinggi gunung”. (QS. Al Israaa: 37).
Berdasarkan ayat tersebut di atas sudah dijelaskan bahwa orang - orang yang sombong tidak akan mendapat  kedudukan yang tinggi. Adapun sifat tawadhu adalah:
Jika seorang berdiri untuk orang alim serta terhormat atau seorang tua renta dan mempersilahkannya duduk, maka ia telah bersifat tawadhu
Jika seorang berdiri untuk orang biasa atau teman lalu memberinya kabar gembira, senyum dan lemah lembut bicara kepadanya serta tak merasa lebih baik darinya maka hal ini merupakan sifat tawadhu.
Jika mengunjungi orang di bawahnya kemudian membawa orang itu bersenang senang lalu membantu keperluannya.
Jika duduk bersama dengan orang fakir, sakit dan cacat, kemudian menghadiri undangan mereka serta makan bersama mereka.
Jika seseorang makan dan minum tidak berlebihan, berpakaian tidak sombong tetapi menurut kemampuannya. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memakai bajunya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya.”

Jumat, 26 April 2013

0 Kasih Sayang Seorang Ibu kepada Anaknya

Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang jalan. Seperti dalam lirik lagu anak-anak juga ada, “Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa”. Dari kalimat barusan, memang benar seperti itulah nyatanya. Pada umumnya naluri seorang ibu yaitu menyayangi anaknya sepenuh hati, bahkan ia rela berkorban nyawa, dan yang penting anaknya bisa selamat.
Pepatah juga mengatakan, surga ada ditelapak kaki Ibu. Karena restu dari seorang Ibu yang menentukan, nasib anaknya, selain karena usaha dan doa anak itu sendiri. Ibu saya bercerita kepada saya, bayangkan semenjak anak dalam kandungan satu sampai empat bulan, yang dirasakan oleh para ibu adalah mual, tidak mau makan dan minum, tak sedikit Ibu yang mengalami sakit, tetapi mereka tidak mengeluh, karena ada rasa sayang pada janinnya. Ketika kandungan mulai membesar, Ibu sulit untuk tidur, duduk, berdiri, dan berjalan. Tetapi sang Ibu tetap mendoakan anaknya menjadi anak yang soleh.
Ketika melahirkanpun bukan main sakitnya, tetapi setelah mendengar tangisan bayi ketika lahir, hilang rasa sakit tersebut, tergantikan oleh kebahagiaan setelah mengetahui anak yang ia lahirkan selamat. Semenjak lahir anak dibesarkan dengan penuh kasih sayang, dijaga, dilindungi, disusui, sampai-sampai kurang tidur hanya demi anaknya. Apalagi bila anaknya sakit, bisa anda bayangkan bagaimana ibu menjaga anda ketika anda kecil, ketika anda sakit.
Pendidikan pun menjadi perhatian Ibu. Berbagai upaya dilakukan agar anaknya sekolah, agar mendapat ilmu yang bermanfaat. Dan Ibu selalu berupaya agar anaknya menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, menjadi anak yang baik, soleh/solehah, serta berguna untuk masyarakat, agama, bangsa dan negara.
sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2013/03/18/renungkan-betapa-besarnya-kasih-sayang-ibu-kepada-anaknya

Sabtu, 15 Desember 2012

0 Ahli Neraka dan Surga Sudah Ditetapkan


Ketetapan Surga & Neraka utk Hamba. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الل 607; صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق ” إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة
Dari Abu ‘Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, bahwa Rasulullah telah bersabda, – & beliau adalah orang yang jujur & dibenarkan - “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dlm rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat utk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan utk menuliskan 4 hal: rezeki, ajal, amal & celaka/bahagianya. Maka demi Allah yang tiada Ilah selain-Nya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tak ada jarak antara dirinya & surga kecuali sehasta saja, kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka & ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tak ada lagi jarak antara dirinya & neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga & ia masuk surga.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dlm Bad’ul Khalq)

Penjelasan Hadits

Maksud hadits “Maka demi Allah yang tiada Ilah selain-Nya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tak ada jarak antara dirinya & surga kecuali sehasta saja,” adalah seseorang yang menurut pandangan mata manusia mengerjakan amalan surga & ketika sudah mendekati ajalnya mengerjakan amalan penduduk neraka, kemudian ia dimasukkan ke dlm neraka. Jadi yang dimaksud ‘jaraknya dgn surga atau neraka tinggal sehasta‘ bukan tingkatan & kedekatannya dgn surga, namun waktu antara hidupnya dgn ajalnya tinggal sebentar, seperti sehasta.
Yang patut kita pahami dari hadits ini, bukan berarti ketika kita sudah berusaha melakukan kebaikan & amalan ibadah maka Allah akan menyia-nyiakan amalan kita. Karena hadits di atas diperjelas dgn hadits lainnya, yaitu,
“Sesungguhnya ada di antara kalian yang beramal dgn amalan ahli Surga menurut pandangan manusia , padahal sebenarnya ia penduduk Neraka.” (HR. Muslim no. 112 dgn sedikit perbedaan lafazh dari yang tercantum)
Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan maksud hadits ini, “Amalan ahli surga yang dia amalkan hanya sebatas dlm pandangan manusia, padahal amalan ahli surga yang sebenarnya menurut Allah, belumlah ia amalkan. Jadi yang dimaksud dgn ‘tidak ada jarak antara dirinya dgn surga melainkan hanya sehasta’ adalah begitu dekatnya ia dgn akhir ajalnya.”
Sedangkan maksud hadits, “Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka & ia masuk neraka,” artinya, kemudian orang tersebut meninggalkan – kebiasaan – amalan ahli surga yang sebelumnya dia amalkan. Hal itu disebabkan adanya sesuatu yang merasuk ke dlm hatinya – semoga Allah melindungi kita dari hal ini – yang menjerumuskan orang tersebut ke dlm neraka.
Hal ini perlu diperjelas agar tak ada prasangka buruk terhadap Allah ta’ala. Karena seorang hamba yang melaksanakan amalan ahli surga & ia melakukannya dgn jujur & penuh keikhlasan, maka Allah tak akan menelantarkannya. Allah pasti memuliakan orang-orang yang beribadah kepada-Nya. Namun bencana dlm hati bukan merupakan suatu perkara yang mustahil – semoga Allah melindungi kita dari hal ini -.
Contoh kisah utk memperjelas hadits ini yang terjadi di zaman nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:
Ada seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang bersama beliau dlm suatu peperangan. Sahabat ini tak pernah membiarkan kesempatan utk membunuh lawan melainkan ia pasti melakukannya, sehingga orang-orang merasa takjub melihat keberaniannya & mereka berkata, “Dialah yang beruntung dlm peperangan ini.” Lalu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia termasuk ahli Neraka.”
Pernyataan Rasulullah ini menjadi perkara besar bagi para sahabat radhiallahu ‘anhum & membuat mereka bertanya-tanya keheranan. Maka seseorang diantara mereka berkata, “Aku akan mengikutinya kemanapun dia pergi.”
Kemudian orang yang pemberani ini terkena panah musuh hingga ia berkeluh kesah. Dalam keadaan itu ia mencabut pedangnya, kemudian ujung pedangnya ia letakkan pada dadanya, sedangkan genggaman pedangnya ia letakkan di tanah, lalu ia menyungkurkan dirinya (ke arah depan), hingga pedang tersebut menembus punggungnya (alias ia bunuh diri). Na’udzu billah.
Orang yang mengikutinya tadi datang menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam & mengabarkan apa yang terjadi seraya berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.”
“Kenapa engkau katakan itu?” sabda Rasulullah.
Ia berkata, “Sesungguhnya orang yang engkau katakan tentangnya dia termasuk ahli neraka, telah melakukan suatu tindakan (bunuh diri, ed.).” Maka setelah itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang itu telah beramal dgn amalan ahli surga pada pandangan manusia, padahal sebenarnya ia penduduk neraka.” (HR. Bukhari (no.2898) & Muslim (no.112))
Kisah lain adalah seorang sahabat yang bernama al-Ushairim dari kabilah ‘Abdul Asyhal dari kalangan Anshar. Dahulu ia dikenal sebagai penghalang sekaligus musuh dakwah Islam. Tatkala para sahabat pergi ke perang Uhud, Allah memberikan ilham kepadanya berupa iman, lalu ia ikut berjihad & berakhir dgn mati syahid. Setelah perang selesai, orang-orang mencari para korban & mendapatkan Ushairin dlm keadaan terluka.
Para sahabat bertanya, “Wahai Ushairin, apa yang menndorongmu berbuat seperti ini, apakah utk membela kaummu ataukah kecintaanmu terhadap Islam?”
Ia menjawab, “Bahkan karena kecintaanku terhadap Islam.”
Sebelum wafatnya, ia meminta utk disampaikan salamnya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka, meskipun dulunya Ushairin ini buruk & suka mendzalimi kaum muslimin, namun karena hatinya yang baik, Allah jadikan dia orang yang mati di medan jihad.
Semoga Allah menjadikan kita hamba yang ikhlas & beramal & menjadikan akhir kehidupan yang baik utk kita. Aamiin.
Disusun ulang dari Syarah Hadits Arba’in karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dgn perubahan seperlunya oleh tim muslimah.or.id
sumber: www.muslimah.or.id

Senin, 10 Desember 2012

0 SURGA DI BAWAH TELAPAK KAKI IBU


Surga Dibawah Telapak Kaki Ibu - Dari Abu Hurairah ra, ia menceritakan, suatu hari ada seorang yang datang kepada Nabi Muhammad SAW seraya bertanya: "Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak saya perlakukan dengan baik?" Rasulullah menjawab: "Ibumu!" Orang itu bertanya lagi: "Lalu siapa?" "Ibumu!" jawab Beliau. "Lalu siapa lagi, ya Rasulullah?" tanya orang itu. Beliaupun menjawab "Ibumu!" Selanjutnya orang itu bertanya lagi: "Lalu siapa?" Belia menjawab: "Ayahmu." (Muttafaqun ‘Alaih).
Hadits di atas memerintahkan agar kita senantiasa berbuat baik pada kerabat terutama adalah ibu, lalu ayah. Didahulukannya ibu karena ia telah mengandung, menyusui, mendidik dan tugas berat lainnya. "Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya setelah dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu (Q.S. Luqman:14). Karena beratnya tugas orang tua, maka seorang anak diwajibkan untuk memperlakukan mereka dengan baik, bahkan membantahnya dengan kata-kata "Ah" pun tidak diperkenankan.
Pengorbanan seorang ibu tidak dapat diukur dengan materi. Ketika melahirkan kita, ia berkorban darah dan berjuang antara hidup dan mati, bahkan ada ungkapan yang menyatakan andai pada saat-saat kritis melahirkan kita, seorang ibu diminta untuk memilih antara nyawanya dengan nyawa anaknya, maka seorang ibu akan memilih menyelamatkan anaknya dari nyawanya sendiri. Ia rela menaggung rasa sakit sembari menyusui anaknya dengan ikhlas. Selanjutnya ia mengasuh dan mendidik kita hingga dewasa. Pada bulan Ramadhan ini, bagi kita yang masih tinggal bersama Ibu, ketulusan dan kebaikannya sangat terasa. Disaat kita masih terlelap tidur, ia telah menyiapkan makanan sahur untuk kita, disaat kita santai sore ia telah menyiapkan buka puasa. Begitupun seorang ayah, demi masa depan anak-anaknya, ia berusaha menafkahi keluarga dengan sebaik-baiknya dengan daya dan upaya yang maksimal. Terlepas semua itu sebagai kewajiban orang tua, kita wajib menghargai mereka dengan sebaik-baiknya. Rasulullah SAW pernah bertanya pada para sahabat: "Maukah aku beritahu dosa yang paling besar di antara dosa-dosa yang besar?" Para sahabat menjawab: "Mau, ya Rasulullah!" Beliau berkata: "Syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua". Di masyarakat kita dikenal petuah Ridha Allah tergantung pada Ridha Orang tua. Bahkan mendahulukan keperluan ibu lebih baik dari melaksanakan shalat sunnah. Sehingga wajar jika "surga itu di bawah telapak kaki ibu" karena durhaka kepada orang tua merupakan dosa paling besar setelah syirik yang tentunya akan menghalangi pelakunya masuk surga.
"Surga di bawah telapak kaki ibu" Apakah hanya berarti bahwa jika ingin masuk surga seorang anak harus berbuat baik pada ibu bapak?. Tidak!, pada sosok seorang ibu juga melekat tanggung jawab yang berat. Jika kita artikan secara bebas, "surga di bawah telapak kaki ibu" dapat juga berarti bahwa masa depan seorang anak di akhirat nanti sangat tergantung pada ibu, ibu sebagai seorang pendidik, ibu sebagai seorang suri tauladan keseharian bagi anak-anaknya, sehingga seorang ibu sangat berperan dalam mengantarkan mereka masuk surga. Lalu mengapa "surga di bawah telapak kaki ibu" bukan telapak tangan ibu atau di kepala ibu? Secara tersirat kaki berarti tindakan dan tingkah laku (akhlaq). Artinya, akhlaq seorang ibu sangat mempengaruhi akhlaq seorang anak dan akhlaq inilah yang akan menentukan masa depanya di dunia dan di akhirat. Wajarlah jika Rasulullahh SAW berpesan pada setiap orang tua: "Tiada yang ditanam oleh orang tua kepada anaknya yang lebih baik daripada akhlaq yang mulia". Lingkungan pertama yang berperan penting menjaga keberadaan anak adalah keluarga sebagai lembaga pendidikan yang paling dominan secara mutlak, kemudian kedua orangtuanya dengan sifat-sifat yang lebih khusus. Pada orang tua, terlebih lagi pada diri seorang ibu melekat kewajiban untuk mendidik secara aktif putra-putrinya. Anak telah menghabiskan waktu sembilan bulan di dalam perut ibunya, memperoleh makanan dari tubuh, ruh dan darah ibunya, maka ibu sebagai pihak yang paling dekat dengan anak hendaknya tidak melewatkan interaksi kesehariannya dengan sang anak dalam konteks pendidikan.
Orang tua hendaknya mengajarkan bagaimana mengenal dan mencintai Allah, mengajari ibadah, dan menanamkan akhlaq yang mulia. Karena "sesungguhnya setiap bayi yang lahir dalam keadan fitrah, kedua orang tuanyalah yang mencetak anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau menjadi Majusi" (HR. Bukhari Muslim). Dalam hal pembentukan akhlaq, prinsip dan pemikiran moral harus didasarkan pada aqidah Islam. Atas dasar inilah ibu hendaknya berusaha menguatkan bangunan moral, ketaqwaan, dan kesucian pada diri anak sehingga mengantarkan mereka bahagia di dunia dan akhirat. Rasulullah SAW pernah bersabda: "Dan wanita adalah pemimpin terhadap keluarga rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka" (HR. Bukhari Muslim).
Cahyadi Takariawan dalam bukunya "Agar Cinta Menghiasi Rumah Tangga Kita" memberikan bahan renungan dan evaluasi kepada kita sebagai orang tua dalam mendidik anak. Apakah kita telah mendidik anak sejak dalam kandungan? Apakah kita telah memperdengarkan kalimat tauhid ketika anak kita lahir? Apakah kita telah meluangkan waktu rutin untuk mendidik mereka? Sudahkah kita memberikan keteladanan positif pada mereka, atau justru membiarkan mereka menjadikan televisi sebagai tauladan? Apakah kita telah menanamkan nilai keimanan sejak mereka kecil? Sudahkah kita mengajari mereka membaca Al-Qur’an dengan baik? Yakinkah kita bahwa mereka telah mampu menjalankan shalat dengan sempurna? Apakah kita telah memilihkan sekolah terbaik bagi masa depan mereka di dunia dan akhirat? Apakah kita telah memberi mereka tauladan untuk membaca buku ilmu pengetahuan dan teknologi? Apakah kita telah mendidik mereka untuk mencintai Allah dan Rasulnya lebih dari segalanya?
Begitu berat tugas orang tua terutama ibu dalam mendidik anak. Sehingga diperlukan seluruh potensi kebaikan pada diri ibu, diperlukan pengetahuan dan pengetahuan praktis tentangnya. Ibu, sebagaimana juga ayah, perlu mengetahui prinsip dasar pendidikan anak, baik yang bersifat fundamental dalam syariat Islam maupun ilmu pengetahuan umum yang terus berkembang. Semoga kita semua dapat menjadi orang tua yang menjadi tauladan bagi generasi muslim selanjutnya. "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu" (Q.S. At-Tahrim:6) "Surga di bawah telapak kaki ibu". Pada diri ibu terletak tanggungjawab besar mengantarkan anaknya ke surga dengan memberikan pendidikan terbaik. Ibu adalah tauladan, ibu adalah contoh sempurna dalam akhlaq dan tindakan. Kebahagiaan dan kesengsaraan anak baik di dunia maupun di akhirat sangat dipengaruhi oleh sosok seorang ibu. Semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda atas keikhlasan seorang ibu yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan mendidik putra-putrinya. Wallahu a’alm bisshawab.
sumber: http://forumislamekonomi.blogspot.com

Sabtu, 08 Desember 2012

0 Keridhoan Ibu, Jalan Surga bagiku

Sejarah tidak pernah mengenal adanya agama atau sistem yang menghargai keberadaan wanita sebagai ibu yang lebih mulia daripada Islam. Sungguh Islam telah menegaskan terhadap wanita untuk bertauhid kepada Allah dan beribadah kepada-Nya. Islam juga menjadikan berbuat baik  kepada wanita, sebagaimana telah menjadikan hak seorang ibu itu lebih kuat daripada hak seorang ayah, karena beban yang amat berat ia rasakan ketika hamil, menyusui, melahirkan dan mendidik kita sampai kita saat ini. Inilah yang ditegaskan oleh Al Qur’an dengan diulang-ulang lebih dari satu surat agar benar-benar difahami oleh kita anak manusia. Sebagaimana firman Allah SWT: “Dan Kami wasiatkan (perintahkan) kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(Luqman:14)
Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW lalu bertanya,”Siapakah yang paling berhak saya pergauli dengan baik?” Nabi bersabda, “Ibumu,” orang itu bertanya, “kemudian siapa lagi?” Nabi bersabda, “Ibumu,” orang itu bertanya, “Kemudian siapa lagi?” Nabi bersabda, “Ibumu, - orang itu bertanya, “Kemudian siapa lagi?” Nabi bersabda, “Ayahmu”. (HR. Bukhan Muslim)    
Berbuat baik kepada ibu berarti baik dalam mempergauli dan menghormatinya, merasa rendah di hadapannya, mentaatinya selain dalam kemaksiatan dan mencari ridhanya dalam segala sesuatu. Sehingga dalam masalah jihad sekalipun, apabila itu fardhu kifayah, maka tidak boleh kecuali dengan izinnya, karena berbuat baik kepadanya termasuk fardhu ‘ain.
Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW, lalu ia berkata,  “Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang, saya datang untuk bermusyawarah dengan engkau.” Maka Nabi SAW bertanya, “Apakah kamu masih mempunyai  ibu?” Orang itu menjawab, “Ya.” Nabi bersabda, “Tetaplah kamu tinggal bersamanya, sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua telapak kakinya.” (HR.Nasa’i)
Di antara keajaiban Syari’at Islam memerintahkan kita untuk berbuat  baik kepada ibu, meskipun ia musyrik. Sebagaimana yang ditanyakan oleh Asma’ binti Abu Bakar kepada Nabi SAW tentang hubungannya dengan ibunya yang musyrik. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Ya, tetaplah kamu menyambung silaturrahmi dengan ibumu.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Di antara perhatian Islam terhadap seorang ibu, haknya serta perasaannya, bahwa Islam telah menjadikan ibu yang dicerai itu lebih berhak untuk merawat anaknya dan lebih baik daripada seorang ayah. Ada seorang wanita bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini dahulu saya yang mengandungnya, dan susuku menjadi minumannya dan pangkuanku menjadi tempat ia berlindung. Tetapi ayahnya telah menceraiku dan ingin mengambilnya dariku, maka Nabi SAW bersabda kepadanya,  “Engkau lebih berhak (untuk merawatnya) selama engkau belum menikah.” (HR. Ahmad) Kekerabatan ibu itu lebih mulia daripada kekerabatan ayah di dalam masalah perawatan.
Keberadaan ibu yang telah diperhatikan oleh Islam dengan sepenuh perhatian ini dan yang telah diberikan untuknya hak-hak, maka dia juga mempunyai kewajiban, yakni mendidik anak-anaknya, dengan menanamkan kemuliaan kepada mereka dan menjauhkan mereka dari kerendahan.  Membiasakan mereka untuk taat kepada Allah dan mendorong mereka untuk mendukung kebenaran dan tidak menghalang-halangi mereka untuk turut berjihad karena mengikuti perasaan keibuan dalam hatinya. Sebaliknya,  ia harus berusaha memenangkan seruan kebenaran daripada seruan perasaan. Doa dan keridhoan seorang ibu sungguh mustajab. Baik doa kebaikan  ataupun doa buruk. Nabi Muhammad SAW pernah menyampaikan suatu kisah menarik berkaitan dengan doa ibu. Suatu kisah yang terjadi pada masa sebelum Rasulullah, yang mana patut diambil sebagai ibroh bagi orang-orang yang beriman.
Lihatlah, bagaimana Islam menempatkan segalanya begitu sempurna, termasuk wanita. Wanitalah yang kelak akan melahirkan generasi-generasi harapan, dan ia akan disebut Ibu. Ibu, panggilan yang begitu menenangkan, mengalirkan rasa kasih sayang tulus yang bersumber dari Rabbnya Allah Subhanahuwata’ala. Pengorbanan terbesar seorang insan untuk melahirkan sebuah harapan, kesabaran terluas ketika seorang Ibu mengandung, keikhlasan paling tulus ketika Ibu menyapih dan terjaga saat malam dengan kelelahan, namun ia tetap tersenyum membelai dengan kasih sayang. Tanpa meminta, ibu akan melakukan apa yang dibutuhkan oleh sang putra, tanpa perhitungan sekalipun ketika putranya telah tumbuh dewasa. Di tangannyalah, generasi-generasi yang terlahir akan terbentuk menjadi insan mulia. Tanggung jawab yang begitu berat, mendidik, menjaga dan memberikan ilmu terluas yang tidak akan ditemukan di perguruan tinggi manapun. Tetapi, terkadang begitu sulit untuk sekedar memahami ibu,  padahal tak sedikitpun sepanjang umur diri ini mampu menandingi jasa Ibu. Ampuni ya Ghofur karena kami  tak dapat membahagiakan ibu, ampuni segala dosanya, limpahkanlah kebahagiaan padanya di dunia dan akhirat. Ibu, keridoanmu adalah jalan surga bagiku.

0 MERAIH KEMENANGAN DENGAN KEKUATAN DO'A

Saat ini manusia hidup dalam suasana materialisme. Maksud dari materialisme di sini adalah bahwa manusia modern saat ini meletakkan faktor-faktor yang tertangkap oleh akal dan panca indera sebagai faktor penting dalam kehidupan mereka. Segala keputusan mereka selalu mempertimbangkan hal-hal yang bersifat materi ini. Baru ketika faktor-faktor materi ini hilang, mereka mulai menengok cara-cara pemecahan masalah melalui pendekatan spiritual atau kerohanian. Misalnya melalui doa, istighotsah, istikharah atau lelaku spiritual lainnya.

Walaupun demikian, mereka ini masih mending. Hal ini karena sebagian besar masyarakat modern ini meletakkan faktor-faktor fisik sebagai satu-satunya alat dan pertimbangan dalam menanggapi permasalahan kehidupan. Ketika faktor-faktor ini tidak mereka dapatkan, mereka menjadi putus asa. Bahkan tak jarang keputusasaan ini menimbulkan berbagai penyimpangan kejiwaan. Seperti depresi, shock atau bahkan bisa mengarah kepada tindak bunuh diri.

Dan ternyata keadaan ini banyak terjadi di berbagai negara yang secara fisik maju. Di negara-negara yang saat ini menjadi kiblat kemajuan materi, seperti Amerika atau Jepang, bunuh diri telah menjadi penyakit sosial yang cukup serius. Dan hal ini bukan hanya menimpa kalangan rakyat jelata. Bahkan hingga menimpa kalangan super elit.

Di Jepang misalnya, pada awal 2007 ini publik dikejutkan oleh tindakan bunuh diri oleh Menteri Perdagangan Jepang. Beberapa tahun sebelumnya, sekitar tahun 2000-an, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh bunuh diri yang dilakukan oleh salah seorang konglomerat nasional, Marimutu Marimaren. Jika kita menarik lebih ke belakang lagi, peristiwa bunuh diri di kalangan elit sudah bukan asing lagi. Di era tahun 60-an, masyarakat dikejutkan oleh bunuh diri yang dilakukan oleh salah seorang super star Amerika, Merlyn Monroe. Berbagai peristiwa ini menjadi petunjuk kuat bahwa memandang faktor materi sebagai satu-satunya rujukan dalam kehidupan akan membawa petaka bagi manusia.

KEDUDUKAN DOA DALAM ISLAM

Dalam Islam, Allah memandang segala permasalahan secara adil. Aspek-aspek fisik dan aspek-aspek ruhani mendapat perhatian yang berimbang. Islam sangat memperhatikan aspek fisik ini dalam kehidupan, hingga Allah berfirman: “Dan bersungguh-sungguhlah kalian (berjihadlah kalian) dengan harta dan diri kalian.” (QS. Al An’am:72). Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW bersabda: “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dalam semua bidang.”

Walaupun demikian, Allah juga membimbing kaum Muslimin untuk menggunakan potensi doa secara maksimal. Allah menantang hamba-Nya untuk meminta, sebagaimana dalam firman-Nya:

“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kalian, maka Aku akan mengabulkan doa untuk kalian.” (QS. Al Mukmin:60).

Bukan hanya sampai di sini. Dalam pandangan Rasulullah SAW, doa bahkan menempati kedudukan yang paling inti dalam agama. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW bersabda:

“Doa adalah intisari ibadah.” (HR. Tirmidzi/Shahih).

Ada beberapa hal yang kurang lebih melatarbelakangi sabda ini. Pertama adalah bahwa seorang yang berdoa berarti meyakini adanya Allah. Artinya, ketika seseorang itu berdoa, berarti ada keimanan di dalam hatinya. Tidak mungkin orang yang tidak meyakini adanya Allah akan berdoa. Karena bagi mereka yang tidak meyakini adanya Allah, untuk apa memohon pertolongan dengan sesuatu yang tidak nyata. Atau lebih ekstrim lagi adalah, untuk apa seseorang berdoa kepada sesuatu yang tidak ada.

Kedua, ketika seseorang berdoa, berarti ia meyakini sifat-sifat Allah SWT. Ia meyakini bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Mendengar. Karena itu ia memohon dengan kata-kata. Ia meyakini bahwa Allah bersifat Welas Asih. Karena itu, seorang pendoa tidak pesimis dari Allah. Hatinya senantiasa penuh harap kepada Allah.

Ketiga, seseorang yang berdoa berarti mengakui keterbatasan kekuatannya. Bahkan bagi kalangan yang lebih tinggi lagi tingkatan spiritualnya, berdoa berarti pengakuan atas ketidakberdayaan total pada dirinya. Ia meyakini bahwa kekuatan dan kekuasaan hanyalah milik Allah semata. Hingga ia merasa tidak lagi membutuhkan siapa pun, kecual Allah SWT. Ini adalah tingkat spiritualitas yang sangat tinggi dalam Islam.

Dari ketiga hal di atas, dapat diketahui bahwa doa merupakan salam satu ciri khas seorang mukmin. Kehidupannya selalu merupakan keseimbangan antara upaya lahiriyah dan doa. Dengan demikian, seluruh potensi hidupnya lahir dan batin dapat ia pergunakan secara total dan sempurna.

ANTARA DOA DAN RIDHO

Ada dua hal yang diajarkan Islam yang kelihatannya berlawanan, yaitu ridho dan doa. Ridho artinya seseorang itu menerima apapun pemberian Allah pada dirinya. Hal ini muncul karena seorang mukmin akan senantiasa memandang Allah sebagai Tuhan Yang Maha Bijaksana (Al Hakiim), Maha Mencintai Hamba-Nya (Al Waduud) dan Maha Pengasih Penyayang (Rahmaan Rahiim). Karena itu, bagi penilaian sebagian orang, sangat tidak patut jika seseorang memprotes keputusan Allah dengan berdoa. Bukankan doa pada dasarnya adalah meminta? Dan ketika meminta, berarti seseorang memandang bahwa pemberian Allah itu kurang? Atau bisa juga berarti bahwa keputusan Allah itu tidak bijaksana? Hingga bagi kelompok itu, ridho lebih baik dari pada doa.

Sebagian lain mengatakan bahwa doa lebih baik daripada diam dengan alasan ridho. Hal ini karena doa adalah perilaku para hamba pilihan Allah. Para ulama’, orang-orang shaleh dari masa ke masa, para Nabi dan Rasul, bahkan hingga manusia yang paling sempurna, Rasulullah SAW masih berdoa. Padahal mereka adalah makhluk Allah yang utama dan terbaik. Bukan hanya itu saja. Allah Ta’ala dan Rasulullah SAW memerintahkan manusia untuk berdoa. Lantas, pantaskah seseorang tidak berdoa kepada Allah? Patutkah dengan berbagai kenyataan seperti ini jika kemudian seseorang meninggalkan doa?

Sebenarnya, antara doa dan ridho adalah dua hal yang tidak perlu dipertentangkan. Sebagaimana pertentangan antara hitam dan putih, atau pertentangan antara siang dan malam. Seseorang yang ridho bukan berarti harus meninggalkan doa. Sebaliknya pun demikian juga. Seseorang yang berdoa bukan berarti ia tidak ridho. Hal ini karena doa dan ridho memiliki wilayah yang berbeda.

Seseorang memang harus ridho dengan ketetapan Allah, baik yang sudah lewat atau yang akan datang. Karena bagaimanapun juga, ketetapan dan pilihan Allah pasti lebih baik daripada ketetapan dan pilihan manusia. Namun perlu juga diingat, bahwa doa adalah perintah Allah. Dan pelaksanaan perintah Allah harus menjadi prioritas seorang mukmin. Di samping doa juga merupakan sunnah (tradisi) Rasulullah SAW. Dan melaksanakan sunnah Rasulullah SAW juga merupakan perintah Allah.

Karena itulah, seseorang yang berdoa seharusnya lebih memfokuskan diri pada niat menanti perintah Allah (Lillah). Tegasnya, ia berdoa adalah semata-mata karena melaksanakan perintah Allah untuk berdoa. Apapun hasil dari doa itu, semuanya ia serahkan kepada Allah. Apakah Allah akan memberinya sebagaimana redaksi doa yang ia ucapkan, atau Allah memberi dalam bentuk lain, semua itu akan ia terima dengan penuh ridho kepada Allah.

ADAB-ADAB DALAM BERDOA

Seseorang yang berdoa berarti ia sedang melakukan hubungan dengan Allah SWT. Sudah tentu ada aturan main agar hubungannya dengan Allah tersebut membuahkan hasil sebagaimana yang ia dambakan. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang dapat mempercepat terkabulnya sebuah doa.

Pertama, seorang pendoa hendaklah memperhatikan benar-benar waktu-waktu yang mustajabah (waktu-waktu istimewa dimana doa dikabulkan). Seperti hari Arofah, bulan Ramadhan, hari Jum’at terutama saat Khatib duduk di antara dua khutbab, dan waktu sahur. Ini adalah waktu-waktu istimewa dimana doa dikabulkan berdasarkan hadits-hadits Rasulullah SAW.

Kedua, seorang yang ingin doanya dikabulkan, hendaklah memanfaatkan keadaan-keadaan istimewa dimana sebuah doa dikabulkan. Misalnya, saat peperangan akan dimulai, saat turun hujan, saat seseorang berpuasa atau waktu antara adzan dan iqomat.

Ketiga, berdoa dengan menghadap kiblat dengan mengangkat kedua tangan hingga kira-kira ketiak kelihatan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Hidup lagi Dermawan. Ia malu jika hamba-Nya berdoa sambil mengangkat tangan memohon kepada-Nya, kemudian menolaknya sama sekali” (HR. Al Hakim/Shahih).

Keempat, merendahkan suara antara samar dan keras. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya Dia (Allah) yang engkau doa bukanlah Tuhan yang tuli dan jauh. Sesungguhnya Dia (Dia) Allah yang engkau doa berada di hadapan kalian….” (HR. Bukhari).

Kelima, tidak memaksakan diri berdoa dengan redaksi yang bernilai sastra jika hal ini menimbulkan kekurangkhusyuan berdoa. Berdoa dengan sastra yang baik hendaknya muncul sebagai suatu spontanitas. Bukan dibuat-buat. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda, “Jagalah kalian dari memaksakan diri bersajak didalam berdoa.” (HR. Bukhari).

Keenam, merasa rendah hati dan hina sehina-hinanya (tadzallul), merasa seperti benar-benar di hadapan Allah wa Rasulihi SAW (istidlor), merasa berlarut-larut penuh dosa (tadhollum), penuh sesal atas dosa-dosa yang dilakukan (inkisar), khusyu’, penuh harap atas pertolongan Allah (iftiqor) dan penuh perasaan takut kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Memohonlah kalian kepada Tuhan kalian dengan tadhorru’ (merendah)….” (QS. Al A’raaf: 54).

Dalam sebuah haditsnya Rasulullah SAW memberi peringatan:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menerima doa dari hati yang lupa.” (HR. Tirmidzi dan Al Hakim).

Sebagian Aulia juga mengatakan:

“Fadlol-Nya Allah (termasuk maghfirah, taufiq, hidayah, inayah, rahmat dan sebagainya) tidak akan diberikan kecuali kepada hati yang sungguh-sungguh ‘nelongso’ merasa penuh dosa dan sangat mengharap pertolongan Allah.” (Taqribul Ushul: 217).

“Menghadap (termasuk berdoa) kepada Allah dan berwasilah dengan Rasulullah SAW dengan sungguh-sungguh tadzallul, merasa hina, ‘nelongso’ merasa penuh dosa dan sangat mengharap pertolongan Allah serta merasa tidak punya daya dan kekuatan, adalah pangkal segala kebaikan dunia dan akhirat.” (Taqribul Ushul: 156).

Ketujuh, jangan berdoa disertai dengan sikap pesimis/tidak yakin dengan pertolongan Allah. Seseorang yang ingin doanya dikabulkan haruslah yakin bahwa doanya akan dikabulkan. Dalam sebuah Hadits Qudsi Allah berfirman:

“Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku.”

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW juga pernah bersabda:

“Jika kamu berdoa, maka yakinlah doamu itu pasti diijabah.” (Riwayat dari Abi Hurairoh).

Artinya adalah jika kita yakin doa kita dikabulkan, maka Allah pun akan mengabulkan doa tersebut. Sebaliknya, jika seseorang tidak yakin bahwa doanya tidak dikabulkan, maka Allah pun juga tidak mengabulkan doanya.

Kedelapan, hendaknya tidak menganggap terlambat datangnya pertolongan Allah. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda, “Doa kalian pasti dikabulkan selama kalian tidak tergesa-gesa. Yaitu ia mengatakan, aku sudah berdoa tapi tidak dikabulkan. Ketika engkau berdoa, maka berdoalah yang banyak karena sesungguhnya kalian meminta kepada Tuhan Yang Maha Dermawan.” (HR. Bukhari/Shahih). Bahkan hendaknya ketika doa belum dikabulkan, seorang hamba tetap terus menerus berdoa dengan berulang-ulang (ngengkel dalam bahasa Jawa). Rasulullah SAW ketika berdoa pun juga mengulang-ulang hingga tiga kali. Dalam sebuah haditsnya, beliau bersabda, ”Sesungguhnya Allah menyukai orang yang terus mendesak (ngengkel) dalam berdoa.” (HR. Suyuthi/Shahih).

Kesembilan, doa itu hendaknya diawali dengan memuji asma Allah dan bershalawat kepada Rasulullah SAW. Hal ini sebagaimana hadits:

“Doa segala macamnya itu terhijab/terhalang, hingga permulaannya berupa pujian kepada Allah Azza wa Jalla dan shalawat kepada Nabi SAW, kemudian berdoa, maka doa itu diijabahi.” (HR. Imam Nasa’i).

Kesepuluh, bertaubat terlebih dahulu dengan beristighfar kepada Allah dan menghentikan kedzaliman serta mengembalikan hasil kedzalimannya kepada pemiliknya. Jangan sampai seseorang berdoa, sementara makanannya makanan haram atau pakaiannya yang berasal dari harta yang haram.

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita berusaha memecahkan masalah dengan memohon kepada Allah Ta’ala dalam bentuk berbagai redaksi doa. Dan setelah doa kita baca berulang-ulang, seringkali berbagai masalah tersebut bukannya terpecahkan, malah semakin menjadi-jadi.

Bila seseorang menghadapi keadaan seperti ini, sebelum berpikiran negatif yang macam-macam, sebaiknya direnungkan terlebih dahulu rizki yang dia dapatkan. Apakah dari praktek yang halal atau dari praktek yang haram. Sebab Rasululah SAW bersabda,

“Banyak orang yang berambut acak-acakan, berdebu dan ditolak oelh manusia dalam perjalanannya (mungkin karena tirakat atau memang pada posisi sebagai orang tertindas), makanannya sesuatu yang haram, pakaiannya dari rizki yang haram, diberi makan dari sumber yang haram. Dia mengangkat tangannya sambil berdoa: ‘Yaa Robb, Yaa Robb.’ Bagaimana orang seperti ini dikabulkan doanya karena hal yang demikan itu?” (HR. Muslim).

DAPATKAH DOA MERUBAH NASIB?

Nas-nas Al Quran dan sunnah menunukkan bahwa tidak ada satupun kejadian di jagat raya ini yang di luar skenario dan kendali Allah SWT. Dalam hal ini Allah berfirman:

“Dan di sisi-Nya kunci-kunci keghaiban yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Ia (Allah). Dan ia mengetahui apa yang ada di darat, dan di laut. Dan tidaklah daun apa saja yang gugur kecuali Allah mengetahuinya. Dan tidak juga gugur sebuah biji dalam kegelapan bumi, dan tidak pula yang basah atau kering (gugur) kecuali semua itu telah ada dalam kitab yang nyata (Lauhil Mahfudz).” (QS. Al An’am: 59).

Dalam menafsiri ayat ini, Abdullah bin Abbas RA berkata, ”Allah menciptakan tinta dan papan. Maka Allah menuliskan di dalamnya perkara dunia hingga apa yang terakhir dari penciptaan makhluk, rizki yang halal, rizki yang haram , amal yang baik atau kedurhakaan.” (Tafsir Ibnu Katsir/II/168). Dari sini dapat disimpulkan bahwa apapun yang terjadi pada makhluk, baik itu besar atau kecil, sedikit atau banyak, semua telah ditentukan oleh Allah SWT.

Kedudukan doa di sini adalah bahwa seseorang berdoa memang bukan bertujuan untuk merubah nasibnya. Karena nasib yang telah ditentukan Allah tidak bisa dirubah oleh siapapun. Bahkan doa itu sendiri juga merupakan bagian dari nasib. Sekali lagi, seseorang yang berdoa seharusnya meniatkan doanya sebagai ketaatan terhadap perintah Allah untuk berdoa. Bukan keinginan yang lain-lain.

Walaupun demikian, keberadaan sebuah doa bukan berarti kesia-siaan. Sebab, doa juga merupakan tanda-tanda datangnya pertolongan Allah SWT. Sebagaimana adanya mendung di langit, menjadi isyarat akan turun hujan. Atau sebagaimana terbitnya fajar pagi, menjadi isyarat akan terbitnya matahari. Baukankah Allah berjanji akan mengabulkan doa hamba-hambaNya? Sebaliknya, keengganan seseorang untuk berdoa juga merupakan isyarat akan tertutupnya seseorang dari pertolongan Allah SWT. Dan Allah juga berjanji tidak akan mengingkari janji-Nya. Dari sini dapat disimpulkan, bahwa mereka yang oleh Allah diberikan ilham untuk berdoa, pastilah Allah telah menggariskan untuknya anugerah sebagaimana Allah janjikan. Seperti ungkapan seorang penyair Arab:

Andaikan Engkau tidak menghendaki
Tercapainya apa yang aku harap dan aku cari,
yaitu anugerah-anugerah dari kedermawanan-Mu
maka engkau tentu tidak mengilhamkan aku untuk
berdoa kepada-Mu.

Ketika Anda berdoa, sebenarnya saat itu anugerah-anugerah Allah sudah disiapkan untuk Anda. Jadi untuk apa berputus asa. Ayo, teruslah berdoa….!! (Zk)

Diambil dari Majalah AHAM EDISI 74 | TH.IX | DZULQO’DAH 1428
aham_wahidiyah@yahoo.com

Selasa, 04 Desember 2012

0 Dampak Positif dan Negatif Pacaran Bagi Remaja


Arifin (2002) mengatakan adanya dampak positif maupun negatif dari pacaran bagi remaja, seperti:
1.   Prestasi Sekolah
Bisa meningkat atau menurun. Di dalam hubungan pacaran pasti ada suatu permasalahan yang dapat membuat pasangan tersebut bertengkar. Dampak dari pertengkaran itu dapat mempengaruhi prestasi mereka di sekolah. Tetapi tidak menutup kemungkinan dapat mendorong mereka untuk lebih meningkatkan prestasi belajar mereka.
2.   Pergaulan Sosial
Pergaulan bisa tambah meluas atau menyempit. Pergaulan tambah meluas, jika pola interaksi dalam peran hanya berkegiatan berdua, tetapi banyak melibatkan interaksi dengan orang lainnya (saudara, teman, keluarga, dan lain-lain).
Pergaulan tambah menyempit, jika sang pacar membatasi pergaulan dengan yang lain (tidak boleh bergaul dengan yang lain selain dengan aku).
3.   Mengisi Waktu Luang
Bisa tambah bervariatis atau justra malah terbatas. Umumnya, aktivitas pacaran tidak produktif (ngobrol, nonton, makan, dan sebagainya), namun dapat menjadi produktif, jika kegiatan pacaran diisi dengan hal-hal seperti olah raga bersama, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.
4.   Keterkaitan Pacaran dengan Seks
Pacaran mendorong remaja untuk merasa aman dan nyaman. Salah satunya adalah dengan kedekatan atau keintiman fisik. Mungkin awalnya memang sebagai tanda atau ungkapan kasih sayang, tapi pada umunya akan sulit membedakan rasa sayang dan nafsu. Karena itu perlu upaya kuat untuk saling membatasi diri agar tidak melakukan kemesraan yang berlebihan.
5.   Penuh Masalah Sehingga Berakibat Stres
Hubungan dengan pacar tentu saja tidak semulus diduga, jadi pasti banyak terjadi masalah dalam hubungan ini. Jika remaja belum siap punya tujuan dan komitman yang jelas dalam memulai pacaran, maka akan memudahkan ia stres dan frustasi jika tidak mampu mengatasi masalahnya.
6.   Kebebasan Pribadi Berkurang
Interaksi yang terjadi dalam pacaran menyebabkan ruang dan waktu untuk pribadi menjadi lebih terbatas, karena lebih banyak menghabiskan waktu untuk berduaan dengan pacar.
7.   Perasaan Aman, Tenang, Nyaman, dan Terlindung
Hubungan emosional (saling mengasihi, menyayangi, dan menghormati) yang terbentuk ke dalam pacaran dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman, dan terlindungi. Perasaan seperti ini dalam kadar tertentu dapat membuat seseorang menjadi bahagia, menikmati hidup, dan menjadi situasi yang kondusif baginya melakukan hal-hal positif

Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/dampak-positif-dan-negatif-pacaran-bagi-remaja/
 

mencari jalan menuju surga Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates