Surga Dibawah Telapak Kaki Ibu - Dari Abu Hurairah ra, ia
menceritakan, suatu hari ada seorang yang datang kepada Nabi Muhammad
SAW seraya bertanya: "Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak
saya perlakukan dengan baik?" Rasulullah menjawab: "Ibumu!" Orang itu
bertanya lagi: "Lalu siapa?" "Ibumu!" jawab Beliau. "Lalu siapa lagi, ya
Rasulullah?" tanya orang itu. Beliaupun menjawab "Ibumu!" Selanjutnya
orang itu bertanya lagi: "Lalu siapa?" Belia menjawab: "Ayahmu."
(Muttafaqun ‘Alaih).
Hadits di atas memerintahkan agar kita senantiasa berbuat baik pada
kerabat terutama adalah ibu, lalu ayah. Didahulukannya ibu karena ia
telah mengandung, menyusui, mendidik dan tugas berat lainnya. "Dan Kami
perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang
tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya setelah dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu (Q.S.
Luqman:14). Karena beratnya tugas orang tua, maka seorang anak
diwajibkan untuk memperlakukan mereka dengan baik, bahkan membantahnya
dengan kata-kata "Ah" pun tidak diperkenankan.
Pengorbanan seorang ibu tidak dapat diukur dengan materi. Ketika
melahirkan kita, ia berkorban darah dan berjuang antara hidup dan mati,
bahkan ada ungkapan yang menyatakan andai pada saat-saat kritis
melahirkan kita, seorang ibu diminta untuk memilih antara nyawanya
dengan nyawa anaknya, maka seorang ibu akan memilih menyelamatkan
anaknya dari nyawanya sendiri. Ia rela menaggung rasa sakit sembari
menyusui anaknya dengan ikhlas. Selanjutnya ia mengasuh dan mendidik
kita hingga dewasa. Pada bulan Ramadhan ini, bagi kita yang masih
tinggal bersama Ibu, ketulusan dan kebaikannya sangat terasa. Disaat
kita masih terlelap tidur, ia telah menyiapkan makanan sahur untuk kita,
disaat kita santai sore ia telah menyiapkan buka puasa. Begitupun
seorang ayah, demi masa depan anak-anaknya, ia berusaha menafkahi
keluarga dengan sebaik-baiknya dengan daya dan upaya yang maksimal.
Terlepas semua itu sebagai kewajiban orang tua, kita wajib menghargai
mereka dengan sebaik-baiknya. Rasulullah SAW pernah bertanya pada para
sahabat: "Maukah aku beritahu dosa yang paling besar di antara dosa-dosa
yang besar?" Para sahabat menjawab: "Mau, ya Rasulullah!" Beliau
berkata: "Syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua". Di masyarakat
kita dikenal petuah Ridha Allah tergantung pada Ridha Orang tua. Bahkan
mendahulukan keperluan ibu lebih baik dari melaksanakan shalat sunnah.
Sehingga wajar jika "surga itu di bawah telapak kaki ibu" karena durhaka
kepada orang tua merupakan dosa paling besar setelah syirik yang
tentunya akan menghalangi pelakunya masuk surga.
"Surga di bawah telapak kaki ibu" Apakah hanya berarti bahwa jika ingin
masuk surga seorang anak harus berbuat baik pada ibu bapak?. Tidak!,
pada sosok seorang ibu juga melekat tanggung jawab yang berat. Jika kita
artikan secara bebas, "surga di bawah telapak kaki ibu" dapat juga
berarti bahwa masa depan seorang anak di akhirat nanti sangat tergantung
pada ibu, ibu sebagai seorang pendidik, ibu sebagai seorang suri
tauladan keseharian bagi anak-anaknya, sehingga seorang ibu sangat
berperan dalam mengantarkan mereka masuk surga. Lalu mengapa "surga di
bawah telapak kaki ibu" bukan telapak tangan ibu atau di kepala ibu?
Secara tersirat kaki berarti tindakan dan tingkah laku (akhlaq).
Artinya, akhlaq seorang ibu sangat mempengaruhi akhlaq seorang anak dan
akhlaq inilah yang akan menentukan masa depanya di dunia dan di akhirat.
Wajarlah jika Rasulullahh SAW berpesan pada setiap orang tua: "Tiada
yang ditanam oleh orang tua kepada anaknya yang lebih baik daripada
akhlaq yang mulia". Lingkungan pertama yang berperan penting menjaga
keberadaan anak adalah keluarga sebagai lembaga pendidikan yang paling
dominan secara mutlak, kemudian kedua orangtuanya dengan sifat-sifat
yang lebih khusus. Pada orang tua, terlebih lagi pada diri seorang ibu
melekat kewajiban untuk mendidik secara aktif putra-putrinya. Anak telah
menghabiskan waktu sembilan bulan di dalam perut ibunya, memperoleh
makanan dari tubuh, ruh dan darah ibunya, maka ibu sebagai pihak yang
paling dekat dengan anak hendaknya tidak melewatkan interaksi
kesehariannya dengan sang anak dalam konteks pendidikan.
Orang tua hendaknya mengajarkan bagaimana mengenal dan mencintai Allah,
mengajari ibadah, dan menanamkan akhlaq yang mulia. Karena "sesungguhnya
setiap bayi yang lahir dalam keadan fitrah, kedua orang tuanyalah yang
mencetak anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau menjadi Majusi" (HR.
Bukhari Muslim). Dalam hal pembentukan akhlaq, prinsip dan pemikiran
moral harus didasarkan pada aqidah Islam. Atas dasar inilah ibu
hendaknya berusaha menguatkan bangunan moral, ketaqwaan, dan kesucian
pada diri anak sehingga mengantarkan mereka bahagia di dunia dan
akhirat. Rasulullah SAW pernah bersabda: "Dan wanita adalah pemimpin
terhadap keluarga rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan akan
diminta pertanggungjawaban tentang mereka" (HR. Bukhari Muslim).
Cahyadi Takariawan dalam bukunya "Agar Cinta Menghiasi Rumah Tangga
Kita" memberikan bahan renungan dan evaluasi kepada kita sebagai orang
tua dalam mendidik anak. Apakah kita telah mendidik anak sejak dalam
kandungan? Apakah kita telah memperdengarkan kalimat tauhid ketika anak
kita lahir? Apakah kita telah meluangkan waktu rutin untuk mendidik
mereka? Sudahkah kita memberikan keteladanan positif pada mereka, atau
justru membiarkan mereka menjadikan televisi sebagai tauladan? Apakah
kita telah menanamkan nilai keimanan sejak mereka kecil? Sudahkah kita
mengajari mereka membaca Al-Qur’an dengan baik? Yakinkah kita bahwa
mereka telah mampu menjalankan shalat dengan sempurna? Apakah kita telah
memilihkan sekolah terbaik bagi masa depan mereka di dunia dan akhirat?
Apakah kita telah memberi mereka tauladan untuk membaca buku ilmu
pengetahuan dan teknologi? Apakah kita telah mendidik mereka untuk
mencintai Allah dan Rasulnya lebih dari segalanya?
Begitu berat tugas orang tua terutama ibu dalam mendidik anak. Sehingga
diperlukan seluruh potensi kebaikan pada diri ibu, diperlukan
pengetahuan dan pengetahuan praktis tentangnya. Ibu, sebagaimana juga
ayah, perlu mengetahui prinsip dasar pendidikan anak, baik yang bersifat
fundamental dalam syariat Islam maupun ilmu pengetahuan umum yang terus
berkembang. Semoga kita semua dapat menjadi orang tua yang menjadi
tauladan bagi generasi muslim selanjutnya. "Jagalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu" (Q.S.
At-Tahrim:6) "Surga di bawah telapak kaki ibu". Pada diri ibu terletak
tanggungjawab besar mengantarkan anaknya ke surga dengan memberikan
pendidikan terbaik. Ibu adalah tauladan, ibu adalah contoh sempurna
dalam akhlaq dan tindakan. Kebahagiaan dan kesengsaraan anak baik di
dunia maupun di akhirat sangat dipengaruhi oleh sosok seorang ibu.
Semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda atas keikhlasan
seorang ibu yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan mendidik
putra-putrinya. Wallahu a’alm bisshawab.
sumber: http://forumislamekonomi.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar
kritik dan saran bila ada yang kurang berkenan mohon pos kan di kolom komentar